Postmodern Approach
Oleh
Neng Triyaningsih
Suryaman (1726149026) , Rahayu Prihantari (1726149019),
& Reni Oktora
Tarigan (1726149023)
Kelas Non reguler
S2 Bimbingan
Konseling FIP
Universitas Negeri Jakarta
PENDAHULUAN
Postmodern adalah
pendekatan atau terapi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah konteks di mana
konseli dapat menciptakan cerita baru yang menyoroti wujud kebiasaan mereka
(Corey, 2009). Corey juga menjelaskan bahwa pada pendekatan ini konselor
menyediakan kesempatan bagi konseli untuk mendekonstruksi cerita dominan yang
mereka bawa pada saat konseling. Konseli didorong untuk menuliskan kembali
cerita tersebut dengan melihat masa lalu mereka dan menuliskan kembali masa
depan mereka (Corey, 2009).
Konselor postmodern
melihat konseli sebagai seorang ahli pada kehidupannya sendiri. Konselor bukan
sebagai ahli tetapi mengambil peran pada rasa ingin tahu, ketertarikan, dan
kepedulian konseli dalam hubungan konseling. Konselor dan konseli bersama-sama
menetapkan secara jelas, spesifik, realistis, dan tujuan penuh arti secara
individu yang akan memandu proses konseling (Corey, 2009).
Pendekatan
konselor dengan membantu konseli menuliskan cerita masa depannya, menunjukkan
bahwa pendekatan ini lebih banyak fokus pada masa depan konseli.
Berbeda dengan pendekatan tradisional yang banyak menganalisa dari masa lalu
konseli.
Berdasarkan hal
tersebut, kami berpendapat bahwa pendekatan
ini baik digunakan pada konseling karir dalam membantu konseli menentukan
pilihan karir masa depan. Hal tersebut didukung oleh Patton (2005) yang
menunjukkan bahwa pendekatan postmodern, yaitu pendekatan pembelajaran
konstruktivistik memberikan kesempatan bagi konseli untuk mengeksplorasi diri
mereka, dan menggunakan narasi karir subjektif untuk membuat hubungan antara
masa lalu dan sekarang, dan membuat rencana masa depan konseli. Ia menunjukkan
bahwa dengan menggunakan pendekatan postmodern (pendekatan konstruktivis), sehubungan
dengan pendidikan karir dapat mengkonsep kembali dengan tujuan untuk memberikan
dukungan seumur hidup pada individu dalam mengelola pembelajaran dan berkarir.
Dengan begitu, makalah ini membahas mengenai pendekatan postmodern yang
digunakan dalam konseling karir.
ANALISIS
Menurut Corey (2005),
kita telah memasuki dunia postmodern di mana kebenaran dan realitas sering
dipahami sebagai sudut pandang yang dibatasi oleh konteks sejarah dan bukan
sebagai objek, fakta-fakta kekal. Ia menerangkan bahwa modernis lebih percaya
pada realitas independen dari setiap percobaan untuk mengamatinya. Orang
mencari konselor untuk mengatasi masalah mereka yang telah menyimpang terlalu
jauh dari beberapa norma objektif. Sebaliknya, postmodernis percaya pada
realitas subjektif yang tidak ada proses observasi independen.
Paham postmodern yang
merupakan perspektif terapeutik dalam pandangan postmodern, yang menekankan
realitas konseli apakah akurat atau rasional, adalah konstruksional sosial. Postmodernisme
berpendapat bahwa realitas dibangun oleh pengamat (konstruktivisme), atau
kelompok (konstruksionisme sosial) (D’Andrea dalam Hansen, J. T, 2002). Corey
(2005) mengatakan bahwa konstruksional sosial realitas didasarkan pada
penggunaan bahasa dan sebagian besar fungsi dan situasi di mana orang hidup
dibangun secara sosial.
Pada pemikirannya,
postmodern menggunakan bahasa ke dalam cerita untuk menceritakan kisah, dan
masing-masing kisah-kisah ini benar bagi orang yang mengatakannya. Setiap orang
yang terlibat dalam suatu situasi memiliki perspektif tentang realitas (Corey,
2005).
Kenneth Gergen (dalam
Corey, 2005) mulai menekankan cara-cara di mana orang-orang membuat makna dalam
hubungan sosial. Selain itu, Berger dan Luckman (dalam Corey, 2005) juga
dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan istilah konstruksionisme sosial,
dan itu menandakan pergeseran penekanan dalam sistem keluarga individu dan
psikoterapi.
Berkaitan dengan paham
pendekatan postmodern, yaitu konstruksionisme sosial, terdapat dalam teori konseling karir yang
dikenal sebagai teori Savickas, dan disebut sebagai konseling karir konstruksi
untuk merancang kehidupan. Pandangan teori ini adalah bahwa karir individu
berpotensi sebagai bagian sentral dari hidupnya, dan menekankan pada
identifikasi cara di mana individu tersebut ingin masuk ke dalam karir
hidupnya. Fokusnya adalah pada pilihan karir, adaptasi, dan pengembangan
sebagai proses yang terintegrasi. Empat konsep inti yang ditekankan adalah
struktur hidup, kepribadian karir, kemampuan beradaptasi karir dan tema
kehidupan (Savickas dalam Maree, J. G, 2010).
Savickas juga
menjelaskan bahwa teori karir konstruksi menggunakan paradigma naratif untuk
mengubah empat dimensi teoritis tersebut dalam prakteknya, dan terdiri dari
strategi konseling karir konstruktivis, serta metode yang mendorong konseli
untuk kembali menulis hidup dan cerita karir mereka (Savickas dalam Maree, J.
G, 2010). Dengan menggunakan paradigma narasi tersebut, maka teori tersebut menggunakan teknik narasi dapat diterapkan untuk
mengubah struktur hidup, kepribadian karir, dan kemampuan beradaptasi pada
karir konseli, serta tema kehidupannya.
Tujuan umum dari
konseling karir naratif pada pendekatan postmodern itu sendiri adalah untuk
membantu konseli membuat cerita kisah hidup mereka sendiri dan menjadikan
sebuah pendekatan yang cocok untuk membantu konseli mengeksplorasi makna
pribadi dan menemukan tujuannya (Maree, J. G, 2010). Dengan begitu, pendekatan ini baik digunakan pada konseling karir dengan
menggunakan narasi. Narasi itu sendiri merupakan salah satu teknik dalam
pendekatan postmodern yang terkenal, yaitu Narrative
Therapy.
Pada
teknik narasi, peran cerita membentuk realitas dalam membangun dan membentuk
apa yang dilihat, rasakan, dan lakukan. Cerita tumbuh dari percakapan dalam
konteks sosial dan budaya. Tetapi konseli tidak berperan sebagai korban
patologis yang tidak memiliki harapan dan menyedihkan, melainkan muncul sebagai
pemenang yang berani menceritakan cerita hidup yang dimiliki. Cerita tidak
hanya mengubah individu yang bercerita, tetapi juga mengubah konselor yang
istimewa menjadi bagian pada saat proses berlangsung (Monk dalam Corey, 2005).
Teknik narasi yang
dibangun menurut Corey (2009) adalah seputar asumsi yang hanya digambarkan
meliputi eksternalisasi, pemetaan dampak, dekonstruksi, kerjasama menuliskan
cerita alternatif, beberapa jenis pertanyaan, dan membangun penonton sebagai
saksi pada munculnya cerita yang disukai.
Pendekatan
postmodern baik digunakan pada konseling karir dalam membantu konseli
menentukan pilihan karir masa depan. Seperti yang dinyatakan oleh Norman C. Gysbers, Mary J.
Heppner, dan Joseph A. Johnston (2009), dari hasil penelitian mereka menggunakan
pendekatan ini dan teknik narasi dalam konseling karir dapat membantu konselor
dalam mengumpulkan informasi, pemahaman, dan hipotesa dari perilaku konseli,
serta membantu konseli mengembangkan dan melaksanakan perencanaan yang akan
dilakukan di masa depan dalam menentukan pilihan karirnya. Mereka memahami dan
menafsirkan kumpulan informasi dan perilaku konseli yang diamati selama
konseling karir dengan menggunakan konsep-konsep dari konsep tradisional dan
baru dan munculnya konseptualisasi postmodern pada perkembangan karir. Mereka
menggunakaan teori postmodern konstruktivisme dan konstruksionisme sosial yang
berfokus pada narasi untuk mengidentifikasi tema karir hidup yang digunakan
oleh konseli untuk mengatur pikiran, perasaan, dan ide-idenya.
Begitu juga dengan
Patton (2005) yang dalam penelitiannya menggunakan pendekatan postmodern
(pendekatan konstruktivis) menggunakan teknik narasi, sehubungan dengan
pendidikan karir dapat membantu konseli mengkonsep kembali dengan tujuan untuk
memberikan dukungan seumur hidup, serta mengelola pembelajaran dan berkarir. Dengan begitu, pendekatan ini membantu
konseli menuliskan cerita masa depannya, sehingga pendekatan ini lebih banyak
fokus pada masa depan konseli.
Pendekatan
postmodern menggunakan teknik narasi pada konseling karir, secara efektif dapat
membantu konseli dalam permasalahan terkait dengan karir. Seperti
Pamelia E. Brott (2001) yang meneliti tentang seorang konseli yang memiliki
permasalahan karir dan menginginkan bantuan konselor pada konseling karir.
Terlihat jelas dalam cerita tersebut bahwa konselor menggunakan teknik narasi
dengan pendekatan postmodern dalam konseling karirnya, yaitu melihat kisah
hidup masa lalu konseli hingga saat ini, dan kemudian fokus kepada masa depan
konseli yang diinginkannya.
Pada pendekatan
postmodern sendiri, konselor melakukan eksplorasi bersama konseli pada dampak
permasalahan terhadap dirinya dan bagaimana mereka mengambil tindakan untuk
mengurangi dampak tersebut. Melalui penggunaan pertanyaan yang menantang
konseli untuk memisahkan diri dari masalah identitas, konselor membantu konseli
dalam menuliskan kembali cerita mereka dan membangun alur cerita yang lebih menarik.
Sangat penting bahwa cerita yang ditulis dalam konteks konseling diangkat dalam
dunia sosial di mana konseli tinggal (Corey, 2009).
Pendekatan ini bersifat
kolaboratif dalam konseling, sehingga konseli merupakan agen utama dalam
memutuskan kapan mereka telah mencapai tujuan dan kapan mereka siap untuk
mengakhiri hubungan konseling, yaitu dengan format waktu yang efektif dan
berakhir ketika konseli menemukan solusi yang efektif (Corey, 2009).
PENUTUP
Pendekatan
postmodern merupakan pendekatan yang dilakukan pada saat konseling dengan
menggunakan bahasa ke dalam cerita untuk menceritakan kisah konseli.
Kisah-kisah tersebut diyakini benar atas apa yang konseli katakan, di mana
konseli terlibat dalam suatu situasi yang memiliki perspektif tentang realitas.
Konstruksional sosial merupakan paham postmodern yang merupakan perspektif
terapetik dalam pandangan postmodern, yang menekankan realitas konseli apakah
akurat atau rasional.
Salah
satu pendekatan postmodern yang terkenal adalah narrative therapy. Teknik
ini efektif digunakan dalam konseling karir, dengan melihat kisah hidup masa
lalu konseli hingga saat ini, dan kemudian fokus kepada masa depan yang
diinginkan konseli. Proses konseling tersebut meliputi eksternalisasi,
pemetaan dampak, dekonstruksi, kerjasama menuliskan cerita alternatif, beberapa
jenis pertanyaan, dan membangun penonton sebagai saksi pada munculnya cerita
yang disukai.
Lampiran:
Contoh Penanganan Kasus Menggunakan Teknik Narasi
Agar lebih jelas
mengenai proses konseling karir dengan pendekatan postmodern menggunakan teknik
narasi, dapat diperhatikan pada contoh kasus konseli yang ditulis oleh Pamelia
E. Brott (2001) berikut:
“Raynelle
sudah bercerai, ia seorang ibu Hispanik 48 tahun dari tiga anak perempuan
(rentang usia, 18-27 tahun). Dia saat ini bekerja sebagai asisten perawat di
fasilitas perawatan perumahan (yaitu, panti jompo). Putri tengah Raynelle, yang
telah tinggal bersamanya dan berbagi biaya selama 5 tahun terakhir, memiliki
rencana untuk pindah ke kota lain untuk mengambil pekerjaan dengan penghasilan
lebih baik di industri komputer. Situasi ekonomi Raynelle akan menjadi kritis
(yaitu, dia tidak akan mampu memenuhi tagihan bulanan) tanpa seseorang untuk
berbagi beban. Raynelle telah datang untuk konseling karir "untuk mencari
apa yang saya akan lakukan untuk memenuhi kebutuhan .... saya perlu pekerjaan
dengan gaji yang lebih baik, dan saya ingin Anda untuk membantu saya menemukan
satu."
Setelah
menyaring singkat dan mengambil kumpulan informasi, konselor memperkenalkan
jalur kehidupan sebagai "suatu kegiatan yang bisa kita lakukan sehingga
saya bisa mengenal lebih banyak tentang kisah hidup Anda, yang dapat membantu
kita melihat kisah hidup masa depan Anda dengan pekerjaan yang berpenghasilan
baik."Sebagai kertas koran ditempatkan di depan klien, konselor
melanjutkan, "Garis hidup yang dapat membantu Anda untuk memberitahu bab
masa lalu dan sekarang dalam cerita Anda, persepsi Anda tentang kehidupan Anda
saat ini, dan diri Anda dalam varietas peran kehidupan."
Wajah
Raynelle berseri-seri dengan senyum lebar ketika konselor membuka kontainer
yang berisi pensil warna. "Apa warna yang harus saya gunakan?",pertanyaan
pertama Raynelle`s. "Setiap warna yang cocok untuk anda", respons
konselor. "Di mana saya harus mulai? ",pertanyaan Raynelle
berikutnya. Konselor menyarankan bahwa garis horizontal ditarik melalui tengah
kertas dan meminta Raynelle untuk menandai" X "di sisi kiri dengan
tanggal lahir dan kemudian menandai dan" X "di sisi kanan dengan
tanggal saat ini. Raynelle memilih pensil ungu, "warna favorit saya",
katanya, dan menarik garis di kertas, menandai "X" dengan tanggal
kelahirannya, dan "X" dengan tanggal saat ini. Konselor kemudian
meminta Raynelle mempertimbangkan berapa banyak dari garis hidupnya yang akan
mewakili sewaktu dia telah menghabiskan waktu sejak lahir sampai lulus dari
SMA. Raynelle meneliti kertas dan akhirnya menarik garis vertikal di garis
horisontal kira-kira seperempat dari jarak dari tanggal lahir "X"
untuk saat ini "X" dan menulis tahun kelulusan nya. Konselor meminta.
"Raynelle, ceritakan bagaimana Anda memutuskan di mana harus menempatkan
garis itu." Raynelle menjawab, "Yah, tampaknya hampir menjadi 50
tahun, sekitar seperempat dari hidup saya dihabiskan di sekolah."
Konselor
memilih untuk memulai proses co-konstruksi dengan tahun-tahun yang dihabiskan
di sekolah dengan mengajukan pertanyaan Raynelle tentang apa yang dia ingat
pada berbagai tingkat kelas (yaitu, SD, SMP, SMA) dan menulis notasi pada
kertas koran tentang kenangan ini. Raynelle mendesah panjang, lalu mengambil
pensil ungu, menarik bintang di atas tanggal kelulusan, dan mulai berbicara
tentang betapa bangganya dia ketika ia menerima ijazah SMA-nya. Setelah ia
mulai kisahnya tentang kelulusan, dia dengan mudah pindah bolak-balik melintasi
garis hidup, mencatat beberapa peristiwa: gagal dalam tes sejarah di SMA; Ibu
Hansen, "Siapa guru terbaik Anda?"; Kelvin, pacar pertamanya; dan
diejek oleh teman-teman sekelasnya di kelas tiga karena dia tidak bisa menjawab
pertanyaan guru di kelas. Raynelle merubah warna pensil ketika dia membuat
notasi dan menjelaskan kepada konselor, "Saya pikir warna terlihat seperti
apa yang saya ingat." Warna-warna termasuk warna favorit Raynelle, ungu,
serta orange, hitam, coklat, merah, dan hijau. Seperti Raynelle menceritakan
kisahnya, konselor bertanya tentang orang-orang yang ingat dan meminta konseli
untuk menulis nama di kertas koran. Sebagai dialog dikembangkan, konselor dan
konseli setuju pada kata-kata "titik tinggi" untuk menunjukkan momen
berkilau dan "titik rendah" untuk menunjukkan momen. Ketika Raynelle
tidak mengambil pensil warna lain, konselor menyarankan, "Kami telah
melihat bab dari kisah hidup Anda yang menyebabkan Anda lulus dari sekolah
tinggi… Judul apa yang akan Anda berikan untuk bab ini dari garis hidup
Anda?" alis Raynelle itu menjadi berkerut, dan konselor tetap diam.
Setelah jeda yang panjang, Raynelle mengatakan "Wah, saya tidak tahu judul
yang baik ... tapi melihat tulisan ini tampak seperti me, my self, dan I ... tidakkah bahwa apa yang mereka
ajarkan di kelas bahasa Inggris" Konselor bertanya. "Mengapa Anda
memilih 'me, my self, dan I'?"
"Yah, aku terutama berbicara tentang apa yang saya lakukan .... Saya tidak
tahu .... Ini satu-satunya hal jawaban yangbisa msaya pikirkan," jawaban
Raunelle. Konselor melanjutkan, "Mengapa Anda tidak menulis bahwa judul di
atas bagian dari garis hidup yang mengarah ke kelulusan Anda, dan jika Anda
ingin mengubahnya nanti, itu ok." Raynelle mengambil pensil ungu dan
menulis "Me, Myself, dan I " sepanjang notasi garis hidup yang
dia selesaikan.
Proses
co-konstruksi dilanjutkan dengan garis hidup Raynelle dengan menjumlahkan babdari
dia lulus hingga saat ini. Bersama konselor dan klien mendiskusikan poin
tingginya, titik rendah, dan cerita orang; dan Raynelle memberi judul bagian
dari garis hidup "Raynelle’s Highs
dan Lows." Konselor dipindai di garis hidup, dia mulai bertanya-tanya
tentang tema konseli dan meminta konseli apakah dia melihat setiap tema dalam
garis hidupnya. Raynelle mengidentifikasi kesempatan yang hilang, melakukan apa
yang benar, dan keluarga pertama; ini dibahas (misalnya, pertanyaan apa,
mengapa, bagaimana), dan kemudian mencatat masing-masing di bawah kertas koran.
Selembar
kertas koran ditempatkan di atas meja, dan konselor memperkenalkan konsep peran
kehidupan dengan memberikan deskripsi masing-masing: keluarga, mahasiswa,
pekerja, rekreasi, dan masyarakat. Raynelle diminta untuk memberikan contoh
dari setiap peran dari garis hidup, dan contoh-contoh ini dicatat pada satu
setengah dari kertas koran yang kedua. Konselor meminta konseli untuk
menggambar lingkaran pada paruh kedua kertas koransejumlah waktu yang ia sedang
habiskan di setiap peran hidup. Lingkaran terbesarnya pekerja; lingkaran
kira-kira setengah ukuran peran pekerja tertarik untuk mewakili peran keluarga;
dan dua lingkaran sekitar setengah ukuran peran keluarga diidentifikasi sebagai
peran masyarakat, dan rekreasi, dengan komentar, "Saya melihat
keterlibatan saya dengan gereja baik sebagai rekreasi dan masyarakat."
Tidak ada lingkaran ditarik untuk peran mahasiswa, sehingga konselor bertanya,
"Tidak ada peran mahasiswa untuk Anda?" Raynelle menjawab,
"Astaga, tidak. Saya bukan mahasiswa lagi .... Saya harus bekerja.
"Konselor kemudian meminta Raynelle untuk mengidentifikasi tema yang
dilihatnya dalam peran hidupnya. Ini termasuk membuat memenuhi kebutuhan dalam
peran pekerjanya, memenuhi kebutuhan keluarga dalam peran keluarganya, dan
berpartisipasi secara aktif di dalam gereja untuk peran masyarakat dan
rekreasi. Tema tercatat di bagian bawah kertas koran.
Pada
akhir sesi, konselor meminta konselinya, "Melihat kisah hidup Anda, sejauh
mana Anda bergerak ke arah yang diinginkan?" Raynelle bingung dan
menjawab, "Apa yang Anda maksud? Wah, ternyata saya sudah melakukan apa
yang harus saya lakukan untuk apa yang saya dapatkan."Konselor terikat
komentar ini kembali ke masalah asli yang diajukan Raynelle: "Ketika Anda
datang hari ini, kau bilang kau ingin mencari apa yang Anda akan lakukan untuk
memenuhi kebutuhan.” “Kami telah mengambil dan melihat kisah hidup Anda sejauh
ini, dan sedang mulai bertanya-tanya apakah Anda akan tertarik dalam membangun
bab masa depan untuk kisah hidup Anda."Senyum cerah datang di wajah
Raynelle, dan dia menyatakan, "Ya, saya ingin melakukan itu." Konselor
bertanya, "Apa yang Anda maksud dengan 'itu'?” Raynelle cepat menjawab,
"Seperti kau bilang, bergerak ke arah yang saya sukai."
Dalam
sesi mendatang, konselor menggunakan identifikasi tema untuk memulai proses dekonstruksi
dengan konseli. Sebagai contoh, salah satu peluang Raynelle terjawab tidak
menjadi perawat yang ia telah rencanakan untuk lakukan, karena dia hamil ketika
ia lulus dari sekolah tinggi. Ia memilih untuk tidak melanjutkan pelatihannya
di perguruan tinggi. Raynelle mulai membangun masa depannya,bab kisah hidup
sebagai arah yang diinginkan nya. Dia "dihuni" bab masa depannya,
"Apa Ibu Hansen Akan Pikirkan Tentang Aku Akhirnya Menjadi Perawat."
Berbagai
teknik penilaian tambahan digunakan bersama Raynelle. Semacam kartu,
berdasarkan nilai-nilai Raynelle itu, dibuat oleh konselor pada kartu indeks,
dan Raynelle diminta untuk berbicara melalui nilai-nilai dari 10 daftar teratas,
dia di urutan peringkat,Myers-Briggs Type
Indicator (Myers & Myers, 1993 dalam Brott, P. E., 2001) diberikan
untuk mengidentifikasi tipe kepribadian Raynelle dan pengaruhnya terhadap peran
hidupnya, dan Self-Directed Search
(Holland, 1974dalam Brott, P. E., 2001) diberikan untuk memperluas judul kerja Raynelle
yang berhubungan dengan perawat.
Sebelum
mengakhiri layanan konseling dengan Raynelle, konselor memperkenalkan peta gol.
Raynelle dan konselor bersama-sama memandang rencana (yaitu, pekerjaan dengan
penghasilan lebih baik), hambatan (misalnya, pertumbuhan anak, biaya
pelatihan), dan jembatan (misalnya, panti jompo sponsor untuk pelatihan,
mengambil asrama), saat ia mulai membangun bab masa depan untuk kisah hidupnya.
Melalui pendekatan bertingkat, Raynelle mampu meninjau kisah hidupnya dari masa
lalunya, sampai sekarang, dan ke masa depan dalam arah yang diinginkannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Brott,
P. E. (2001). The storied approach: a
postmodern perspective for career counseling. The Career Development
Quarterly; Jun 2001, 49, 4, ProQuest pg.
304.
Corey,
Gerald. (2009). Case approach to
counseling and psychotherapy.(8thed). United States of America:
Thomson Brooks/Cole.
Corey,
Gerald. (2005). Theory and practice of
counseling and psychotherapy.(8thed). United States of America:
Brooks/Cole.
Gysbers,
N. C., Heppner, M. J., & Johnston, J. A. (2009). Career counseling: contexts, processes, and techniques. (3rded).
Alexandria: American Counseling Association.
Hansen,
J. T. (2002). Postmodern implications for
theoretical integration of counseling approaches. Journal of counseling and
development, Summer 2002, Vol.80.
Maree,
J. G. (2010). Brief overview of the
advancement of postmodern approaches to career counseling. Jornal of
Psycology in Afrika 2010, 20 (3), 361-368.
Patton,
Wendy. (2005). A postmodern approach to
career education: what does it look like?. Perspecktive in Education 23(1):
pp.21-28.
Wah,,,
BalasHapusMantab
Dipost juga sama kaka...
Karena kaka post ini, mungkin yang kebingungan mencari ttg pendekatan postmodern bisa terbantu yah ka dengan post kk di blog ini...
Nice Blog kaaa..
Happy blogging ~(^.~)